Sayyed Hossein Nasr
Posted by Unknown on 04.24 with No comments
Seyyed Hossein Nasr (1933)
Alam Pemikiran Islam Tradisional dan Kritik
atas Dunia Modern
A.
Biografi
Nama : Seyyed Hossein Nasr,
Lahir
: 17 April 1922 di Teheran Iran.
Catatan :
-
Seorang pemikir kontemporer Islam
terkemuka di Amerika.
-
Seorang filosof muslim terkemuka.
-
Terhalir dari ahli bait terpelajar.
Pendidikan :
- Pendidikan
dasar tradisional di Iran,
- Pindah ke Qum untuk mengkaji ilmu
tasawuf, kalam, dan filsafat.
- Menempuh pendidikan di Massachusetts Institute
og Technology (MIT) dan
Harvard University Amerika Serikat, dan
selanjutnya beliau kembali ke Iran.
B.
Tradisionalisme
Tradisi
mirip dengan sebuah pohon akar-akarnya tertanam melalui wahyu didalam sifat
illahi dan darinya tumbuh batang dan cabang-cabang sepanjang zaman. Dijantung
pohon tradisi itu berdiam agama, dan saripatinya terdiri dari barakah yang
karena bersumber dari wahyu memungkinkan pohon tersebut terus hidup. Tradisi
menyiratkan kebernaran yang kudus, yang langgeng, yang tetap, kebijaksanaan
yang abadi, serta penerapan bersinambung prinsip-prinsip yang langgeng terhadap
berbagai situasi ruang dan waktu.
Para
tradisionalis bersikeras untuk mengukuhkan pertentangan antara tradisi dengan
modernitas itu karena sifat modernitas itu sendiri telah menimbulkan citra yang
sama dibidang religius dan metafisika yaitu menampakan yang setengah benar
sebagai kebenaran. Islam tradisionalis memandang manusia bukan sebagai makhluk
yang terpenjara oleh akal. Signifikasi Islam tradisional dapat pula dipahami
dalam sinaran sikapnya terhadap fase Islam.
Nasr berpendapat mengenai metafisika bahwa merupakan
penetahuan yang real. Ia menjelaskan bahwa asal usul dan tujuan semua realitas,
tentang absolut dan relatif. Jika manusia ingin hiduplebih lama,
prinsip-prinsip metafisika harus dihidupkan kembali.
C.
Kritik
terhadap Modernitas
Peradaban
Barat telah menimbulkan multi krisis, baik krisis moral, spiritual, dan krisis
kebudayaan yang dimungkinkan lebih disebabkan corak peradaban modern
insdustrial yang dipercepat oleh globalisasi yang merupakan rangkaian dari kemajuan
Barat pasca renaisans yang membawa nilai-nilai antroposentrisme dan humanisme
sekuler. Paham yang serba mendewakan manusia dan kehidupan dunia yang sifatnya
temporal.
Kegagalan
peradaban modern yang paling fatal disebabkan oleh percobaan manusia untuk hidup dan
menafikkan keberadaan Tuhan dan agama. Teologi yang dipahami dalam konteks
Barat adalah hal yang utama bagi Kristen, berbeda dengan Islam yang menempatkan
teologi tidak sepenting hukum Islam. Nasr berkeyakinan bahwa akal dapat
mendekatkan manusia kepada Tuhan apabila akal itu utuh dan sehat. Sebagai
manusia yang telah dibimbing oleh agama, kita tidak seharusnya mencontoh apa
yang menjadi sisi negatif dari modernisasi di dunia Barat meskipun peranan
modern itu lahir dari sebuah keunggulan metodologi sains. Yang harus kita
lakukan sekarang adalah mengusahakan agar bagaimana iman, ilmu, dan teknologi
senantiasa berjalan beriringan.
Manusia
modern harus kembali diingatkan dan diarahkan kepada kesucian, Tuhan yang
merupakan asal dan sekaligus pusat dari segala sesuatu dan kepadanyalah manusia
kembali. Tentulah sudah merupakan suatu konsekuensi apabila manusia harus
mengabdi kedapa Tuhan. Sebagian besar orang Barat telah menyadari bahwa ada
penyakit dalam peradaban mereka yang telah menghanguskan fitrah manusia, hanya
saja mereka merupakan pribadi yang sebelumnya telah banyak diracuni penyakit,
dan setelah itu mereka tidak tahu untuk mengobatinya. Obat itu sebenarnya ada
pada diri kita sendiri, bukan ada pada orang diluar kita. Obat itu ada pada peradaban
kita yang Ilahiyah, Insaniyah, dan Universal.
D.
Pembaharuan
ke Arah Islam Tradisi
Meskipun
Nasr adalah intelektual yang berpihak tradisi Nasr tetap menyerukan gerakan
pembaharuan dalam Islam (tajdid). “Pembaruan,
moderniasasi” disini diartikan sebagai upaya mengembalikan pemahaman agama
kepada kondisi semula sebagaimana masa nabi. Namun ini bukan berarti hukum
agama harus kembali seperti pada masa nabi, melainkan melahirkan keputusan
hukum syar’i dengan membersihkan dari unsur-unsur bid’ah, khurafat dan pikiran-pikiran
asing.
Menurut
Nasr kalau Islam mau maju harus kembali tradisional. Semangat pembaharuan (tajdid) ini merupakan cita-cita Nasr
untuk mengembalikan Islam pada kedudukannya semula yang sekarang ini sudah
terkontaminasi modernisasi barat yang sekuler, dan meninggalkan nilai-nilai
Ilahiah dan insaniah.
Pembaruan
yang dilakukan oleh Nasr adalah mengembalikan manusia pada asalnya sebagaimana
telah dilakukan manusia dalam perjanjian suci dengan Tuhannya. Nasr berpendapat
bahwa pembaruan tidak bisa hanya dilakukan dari sisi materi saja, akan tetapi
juga yang paling dasar adalah melakukan perubahan dari dalam dirinya sendiri,
untuk kemudian ia melakukan pembaruan terhadap realitas yang ada disekitarnya.
0 komentar:
Posting Komentar