Monumen Simpang Lima Gumul yang sebelum dibangun dikenal dengan
nama Proliman, berada di Desa Tugurejo, Kecamatan Gampengrejo, Kediri, Jawa
Timur, di pusat pertemuan lima jalan yang menuju ke Gampengrejo, Pagu, Pare,
Pesantren dan Plosoklaten. Kediri, tempat dimana pernah berdiri sebuah kerajaan
yang agung dengan akar budaya yang kuat, justru mendirikan sebuah monumen yang
menyerupai Arc de Triomphe.
Jika Arc de Triomphe, diilhami Arch of Titus yang dibangun orang
Romawi pada abad pertama, dibuat di Paris untuk menghormati mereka yang
bertempur dan mati bagi Perancis dalam Revolusi Perancis dan Perang Napoleon,
maka tidak jelas Monumen Simpang Lima Gumul Kediri ini dibuat untuk menghormati
siapa, dan mengapa bupati yang memprakarsainya tidak membuat sebuah monumen
agung yang mengambil bentuk dari akar budaya setempat.
Jalanan di sekeliling
Monumen Simpang Lima Gumul yang cukup lebar dan ditata dengan baik, dengan
jajaran pepohonan pakis yang memberi kehijauan namun tampak tidak akan cukup
untuk memberi keteduhan bagi pejalan dari terik matahari Kediri.
Kesan saya saat itu Monumen Simpang Lima Gumul tidak memiliki
ornamen yang mengesankan, kecuali relief sederhana yang konon menceritakan
sejarah Kediri, berbeda dengan Arc de Triomphe maupun Arc de Titus dengan
memiliki lekuk dan detail ornamen indah, yang menunjukkan keseriusan pembuatan
dan cita rasa seni budaya tinggi.
Bangunan Monumen Simpang Lima Gumul memiliki enam lantai
setinggi 30 m dan seluas 6.186 m2 dan pembangunannya menelan biaya lebih dari
Rp 300 milyar. Sementara Arc de Triomphe tingginya 50 m, dengan lebar 45 m dan
ketebalan and 22 m, dan Charles Godefroy pernah menerbangkan pesawat Nieuport
biplane-nya melalui lubangnya pada sebuah perayaan untuk menandai berakhirnya
Perang Dunia I.
Jalanan lebar dan mulus di sekeliling masih tampak terlalu mewah
karena belum ada kegiatan ekonomi yang berarti di sekitar lokasi. Monumen
Simpang Lima Gumul di Kediri ini mulai dibangun pada tahun 2003 dan baru
diresmikan pada tahun 2008.
Sebuah arca Ganesha, salah satu dewa yang banyak dipuja oleh
umat Hindu dengan gelar sebagai Dewa Pengetahuan dan Kecerdasan, Dewa
Pelindung, Dewa Penolak Bala dan Dewa Kebijaksanaan, diletakkan di salah satu
sudut Monumen Simpang Lima Gumul. Arca dengan ukuran yang sesungguhnya cukup
besar itu, terlihat kerdil di Monumen Simpang Lima Gumul, dan tidak cukup untuk
menerbitkan decak kagum.
Pembuatan Monumen Simpang Lima Gumul dikabarkan merupakan bagian
dari rencana besar Pemerintah Kabupaten Kediri waktu itu untuk membuat sebuah
Pusat Perdagangan yang juga berfungsi sebagai pusat rekreasi. Sebuah pemikiran
dan rencana yang tampak sangat baik, namun sayang sekali pemilihan ikon-nya
menjadi kontroversial dan tidak produktif.
Begitupun area parkir kendaraan yang dibuat dan ditata dengan
baik, dimana dari sini pengunjung bisa melalui sebuah terowongan untuk menuju
ke lokasi Monumen Simpang Lima Gumul. Di sebuah sisi, seorang lelaki tampak
sedang menyabit rumput di lahan tidur, mungkin untuk pakan ternaknya, di
sekitar lokasi Monumen Simpang Lima Gumul, sementara sepedanya disenderkan di
sebuah pohon kecil di tepian jalan.
Bangunan Monumen Simpang Lima Gumul ini bisa menjadi sebuah bangunan megah jika
saja dikerjakan dengan lebih baik. Suka tidak suka, Monumen Simpang Lima Gumul
di Kediri itu sudah dibangun, dan telah pula menelan biaya ratusan miliar uang
negara. Monumen Simpang Lima Gumul masih perlu untuk diperbaiki dan
dikembangkan, baik dari sisi seni budaya maupun ekonomi.
Monumen Simpang Lima Gumul tentu sebaiknya diperkaya dengan
detail ornamen yang mampu menunjukkan keagungan akar budaya Kediri yang tua dan
kuat, yang bisa menjadi inspirasi bagi masyarakat setempat dan bagi para
pejalan yang datang ke sana. Dengan demikian, aspek ekonominya juga bisa pula
berkembang seiring dengan bunyi decak kagum para pejalan yang mengunjunginya.
Monumen
Simpang Lima Gumul
Desa
Tugurejo, Kecamatan Gampengrejo,
Kediri, Jawa Timur.
GPS: -7.8160689, 112.0620649